REKOMBINASI DNA (HORMON INSULIN)

Kolekium Oleh :

Rois Muqshit

State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

 Biology-ScienceTech

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412

 email : roismuqsith@live.com

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Sejak Banting dan Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan kadar gula akibat produksi insulin yang terganggu, telah diobati dengan insulin yang diperoleh dari kelenjar pankreas hewan. Hormon insulin, yang diproduksi dan disekresi oleh sel beta dari pulau langerhans pada pankreas, mengatur penggunaan dan penyimpanan makanan, khususnya karbohidrat.

Meskipun insulin babi dan sapi serupa dengan insulin manusia, komposisinya sedikit berbeda. Sebagai akibatnya, sistem imun dari sejumlah pasien memproduksi antibodi untuk melawan insulin, menetralkan aksinya dan menghasilkan reaksi inflamasi pada daerah suntikan. Selain efek samping di atas, timbul juga ketakutan adanya komplikasi jangka panjang yang terjadi akibat injeksi terus-menerus suatu bahan asing. Selain itu juga diproyeksikan akan terjadi penurunan produksi dari insulin yang dihasilkan oleh hewan.

Faktor ini mendorong peneliti untuk mencoba mensintesa Human insulin dengan cara menyisipkan gen insulin pada vektor yang sesuai, yaitu sel bakteri E. coli untuk menghasilkan insulin yang secara kimia identik dengan insulin yang terbentuk secara alami. Hal ini telah dicapai dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan. Metode ini lebih dapat diandalkan daripada metode pembuatan insulin yang diperoleh dengan cara ekstraksi dan pemurnian insulin dari hewan. Selain menggunakan bakteri sebagai host, dapat juga digunakan host berupa ragi (yeast).

 

 Rumusan Masalah

            1. Apa yang dimaksud dengan rekombinasi DNA?

2. Apa pengertian hormon insulin?

3. Apa peran hormon insulin bagi manusia?

4. Bagaimana proses rekombinasi hormon insulin dengan agen bakteri E.coli?

Tujuan

Supaya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan rekombinasi DNA, sekaligus prosesnya pada rekombinasi hormon insulin menggunakan agen bakteri E.coli.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Rekombinasi DNA

Telah diketahui bahwa semua organisme mengandung DNA dan bahan yang sama, yaitu gula, asam fosfat, dan basa N. Oleh karena itu, para ahli berhipotesis bahwa DNA dapat disambung-sambungkan, dan mana pun asalnya. Hipotesis tersebut dapat dibuktikan oleh Stanley Cohen, yang berhasil menyambungkan DNA pada tahun 1970- an.                                                                                 DNA dapat disambungkan dengan DNA lain dan organisme yang berbeda. Proses penyambungan DNA itu dikenal sebagai rekombinasi DNA. Sebenarnya tujuannya adalah untuk menyambungkan gen yang ada di dalam DNA. Oleh karena itu, rekombinasi DNA disebut juga sebagai rekombinasi gen.

Dalam rekombinasi DNA dilakukan pemotongan dan penyambungan DNA. Proses pemotongan dan penyambungan itu menggunakan enzim pemotong dan penyambung. Hasil sambungan DNA dikenal sebagai DNA rekombinan. Enzim pemotong disebut enzim restriksi endonuklease. Secara alami, enzim mi dikeluarkan oleh bakteri untuk memutuskan DNA virus yang tersambung pada DNA bakteri, tanpa merusak DNA bakteri.

Secara alami rekombinasi DNA biasa terjadi. Misalnya jika terjadi proses pindah silang pada meiosis, akan terjadi tukar-menukar kromatid pada kromosom yang homolog sehingga DNA terputus dan tersambungkan secara silang. Contoh lainnya adalah pada proses transduksi. Transduksi adalah bersambungnya DNA bakteri yang satu dengan bakteri yang lain dengan perantara virus. Virus memasukkan DNA dan bakteri satu ke bakteri lain.

Komponen-komponen yang Diperlukan dalam Rekombinasi DNA

Untuk memahami rekombinasi DNA, berturut-turut akan kita pelajari tentang gen, enzim pemotong, enzim penyambung, pembawa gen (disebut vektor), dan sel target.

A. Metode Mendapatkan Gen

Gen adalah sepenggal DNA yang mengontrol pembuatan polipeptida tertentu. Ukuran DNA sangat kecil sehingga untuk mendapatkannya diperlukan metode khusus. Caranya adalah menggunakan enzim pemotong. Beberapa literatur menyebutnya sebagai enzim penggunting atau enzim restriksi. I

Mendapatkan gen dengan cara memotong gen dan DNA secara keseluruhan dikenal dengan metode tembak langsung. Selain itu, gen juga dapat diperoleh dengan metode transkripsi balik, yakni RNA dan suatu kelenjar ditranskripsi balik menjadi DNA dengan pertolongan enzim tertentu.

Cara yang lain untuk mendapatkan gen adalah dengan metode sintesis gen, yakni membuat gen secara in vitro di laboratorium. Gen dibuat secara sintetis dengan urutan basa tertentu berdasar pada urutan asam amino protein yang dihasilkannya.

B. Enzim Pemotong dan Penyambung

Enzim pemotong dikenal sebagai enzim restriksi atau enzim penggunting. Nama umumnya enzim restriksi endonuklease. Fungsi enzim mi memotong-motong benang DNA yang panjang menjadi pendek agar dapat disambung-sambungkan kembali. Enzim pemotong secara alami dimiliki oleh sel untuk memotong DNA di dalam sel. Enzim pemotong itu jumlahnya banyak, dan yang telah dikenal mencapai 350-an. Setiap enzim bekerja secara khusus. Artinya, setiap enzim hanya dapat memotong urutan basa tertentu pada DNA. Hasil potongannya berupa sepenggal DNA berujung runcing yang komplemen yang dikenal sebagai DNA ujung runcing.

Selain enzim pemotong restriksi endonuklease, terdapat pula enzim penyambung yang berfungsi menyambungnyambungkan DNA, yaitu enzim ligase. Enzim ligase DNA mengkatalisis ikatan fosfodiester antara dua rantai DNA. Ligase DNA tidak dapat menyambungkan DNA untai tunggal, melainkan harus DNA rangkap.

C.  Pembawa Gen atau Vektor

Mengingat ukuran gen yang sangat kecil, maka memasukkan gen ke dalam sel target harus menggunakan pembawa gen atau vektor. Vektor itu bertugas sebagai “kendaraan” bagi gen untuk mengangkut gen masuk ke dalam sel target.

Dalam memilih vektor mi para ahli meniru kondisi alami. Secara alami, bakteri memiliki plasmid, yaitu DNA sirkuler yang ukurannya 1 / 1.000 kromosom (DNA) bakteri, dan dapat keluar masuk sel bakteri. Jelasnya, plasmid dapat keluar dan sel bakteri yang satu kemudian masuk ke sel bakteri yang lain. Akibatnya, bakteri yang lain tadi mendapatkan sifat baru yang berasal dan bakteri pertama. Peristiwa perubahan sifat mi dikenal sebagai transformasi.

Plasmid secara alami dapat keluar masuk sel sehingga dapat dimanfaatkan sebagai “kendaraan” bagi gen. Plasmid tersebut dapat disambung dengan gen terlebih dahulu sehingga terbentuk DNA hasil sambungan yang disebut sebagai chimera (kimera) atau DNA rekombinan. Selanjutnya, kimera dimasukkan ke dalam sel target yaitu ke sel bakteri. Sel target akan mendapatkan sifat baru sesuai dengan gen yang diterimanya.

Oleh karena kimera tersebut berupa DNA, maka sesuai dengan sifatnya, kimera akan mengadakan replikasi di dalam sel inangnya sehingga jumlahnya bertambah banyak. Dengan demikian berlangsunglah proses pengklonaan DNA. Ketika kimera melakukan replikasi, gen yang dibawanya akan ikut tereplikasi sehingga terjadilah pengklonaan gen.

D. Sel Target

Sel target yang biasa digunakan dalam rekombinasi DNA adalah sel bakteri Escherichia coli.

  1. E. coli mudah diperoleh dan mudah dipelihara
  2. tidak mengandung gen yang membahayakan (tidak ganas)
  3. Dapat membelah diri setiap 20 menit sekali sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Hal ini juga berarti produknya dapat dihasilkan dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat.

BAB III

PEMBAHASAN

 

Pengertian dan Peran Hormon Insulin

Insulin merupakan sejenis hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Sel yang menghasilkan hormon insulin dalam kelenjar pankreas dikenali sebagai sel beta, yaitu sejenis sel yang terdapat dalam kelompokan sel yang digelar pepulau (islet of) Langerhans dalam pankreas (Indah, 2004).

BAB III

PEMBAHASAN

 

3. 1. Pengertian dan Peran Hormon Insulin

Insulin merupakan sejenis hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Sel yang menghasilkan hormon insulin dalam kelenjar pankreas dikenali sebagai sel beta, yaitu sejenis sel yang terdapat dalam kelompokan sel yang digelar pepulau (islet of) Langerhans dalam pankreas (Indah, 2004).

Secara kimia, insulin merupakan suatu protein yang kecil dan sederhana. Insulin terdiri dari 51 asam amino, 30 diantaranya menyusun 1 rantai polipeptida dan 21 asam amino menyusun rantai kedua. Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan ikatan disulfida seperti gambar dibawah. Kode genetik dari insulin ditemukan dalam DNA pada bagian atas short arm dari kromosom ke-11. Kromosom ini mengandung 153 basa nitrogen (63 pada rantai A dan 90 pada rantai B).

1Gambar 1. Ikatan disulfida pada rantai insulin

Hormon insulin diproduksi oleh kalenjar pankreas. Dalam kelenjar pankreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau Langerhans dan setiap pulau mengandung 100 sel beta. Oleh sel beta-lah hormon insulin diproduksi, dimana sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Untuk kemudian di dalam sel, glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga energi. Jika hormon insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.

2

Gambar 2. Siklus Gula dalam Tubuh

Sebaliknya, disamping sel beta, terdapat juga sel alfa yang memiliki fungsi memproduksi glukagon yang bekerja sebaliknya dari hormon insulin, yakni meningkatkan kadar glukosa darah.

Dalam keadaan seperti ini badan seringkali menjadi lemah karena tidak adanya sumber energi didalam sel. Hal inilah yang paling rentan terjadi pada diabetes melitus.

3.2. Rekombinasi Hormon Insulin

Metode rekombinasi DNA pada proses pembuatan insulin lebih dapat diandalkan daripada metode pembuatan insulin yang diperoleh dengan cara ekstraksi dan pemurnian insulin dari hewan. Metode ini pada prinsipnya menyisipkan gen insulin pada vektor yang sesuai, yaitu sel bakteri E.coli supaya dapat menghasilkan insulin yang secara kimia identik dengan insulin yang terbentuk secara alami, berikut penjelasan secara detailnya.

1. Suatu DNA kecil berbentuk lingkaran yang exist dalam bacteria, dikenal sebagai plasmid. Plasmid ini selanjutnya dimodifikasi agar disisipkan suatu urutan DNA manusia yang mengandung gen pembentuk proinsulin. Proinsulin adalah precursor untuk pembentukan insulin. Modifikasi ini dilakukan dngan menggunakan enzim pemotong(restriksi endonuklease) dan penyambung(ligase)

2. Plasmid yang telah mengandung gen proinsulin lalu disisipkan (transformasi)  ke dalam Eschericia coli (E. coli) yang akan memproduksi human proinsulin.

3. Bakteri ini akan berkembang biak di dalam suatu fermentor yang berisi media produksi dan akan menghasilkan human proinsulin dalam jumlah besar.

4. Selanjutnya Bakteri diinaktif kan dengan cara heat sterilization, proinsulin  dipanen.

5. Proinsulin diambil lalu dengan cara memotong secara enzimatik akan dihasilkan human insulin.

6. Proses selanjutnya adalah sentrifugasi dan penghilangan sel-sel yang tidak diperlukan. Pemurnian dilakukan dengan cara liquid chromatography dan crystallization.

 

 3

 

Gambar 3. Proses Pembuatan Hormon Insulin

Implikasi Biologis dari Recombinan Human Insulin ini pada studi kimia dan farmakologi, telah terbukti tidak berbeda dari Insulin Pankreas Manusia. Pada awalnya, kesulitan utama yang dihadapi adalah kontaminasi dari sel inang (host cells), serta kontaminasi dari media fermentasi pada produk akhir. Kontaminasi ini telah dapat diatasi dengan dilakukannya proses pemurnian. Sewaktu produk akhir insulin diuji dengan sederetan test, tidak ada cemaran yang dapat terdeteksi.

BAB IV

PENUTUP

 

Kesimpulan

1. Rekombinasi DNA yaitu proses modifikasi(pemotongan dan penyambungan rantai DNA

2. Insulin merupakan hormon jenis polipeptida yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas.

3. Proses sintesis hormon insulin menggunakan teknologi rekmobinasi DNA yaitu “modifikasi” DNA, trandformasi plasmid, perkembangbiakan bakteri(fermentasi), sterilisasi(heat sterilization), pengambilan insulin dan pemurnian.

 

DAFTAR PUSTAKA

Ganong WF, 1996. Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Ed 20, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suryohudoyo P. 2000. Ilmu Kedokteran Molekuler. Ed I, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm 48-58.

Tjokroprawiro A. 1999. Diabetes Mellitus And Syndrome 32 (A Step Forward To Era Of Globalisation–2003). JSPS-DNC symposium, Surabaya: 1-6.

Ward Wd. 1984. Pathophysiology Of Insulin Secretion In Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus. Diabetes Care 7 : 491 – 502

Yuwono,T.2007. Biologi Molekular.Jakarta.Penerbit Erlangga.

Jadwal Kolokium D.N.A (2013)

JADWAL KOLOKIUM D.N.A

PERIODE 2013

No

Pemateri

Bulan

Pembahas I

Pembahas II

1

Tias Widiastuti

Januari 2013

Dara Mutiara Fiesca

Junietta Putri C.S

2

Rois Muqsith

Februari 2013

Fauzan Marta

Indhina Reihannisha

3

Fauzan Marta

Maret 2013

Rois Muqsith

Wiwi Sevtiyani

4

Junietta Putri C.S

April 2013

Firdaus Ramadhan

Herwandi

5

Firdaus Ramadhan

Mei 2013

Tias Widiastuti

Syara Fadlah Iq

6

Indhina Reihannisha

Juni2013

Syara Fadlah Iq

Firdaus Ramadhan

7

Dara Mutiara Fiesca

Juli 2013

Wiwi Sevtiyani

Fauzan Marta

8

Wiwi Sevtiyani

Agustus 2013

Tias Widiastuti

Junietta Putri C.S

9

Herwandi

September 2013

Syara Fadlah Iq

Dara Mutiara Fiesca

10

Syara Fadlah Iq

Oktober 2013

Rois Muqsith

Indhina Reihannisha

 

Antibiotik Penisilin

Antibiotik Penisilin

 

antibiotika_jenis_penicillin_101111150529

 

Kolekium Oleh :

Tias Widiastuti

State Islamic University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

 Biology-ScienceTech

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412

 email : tias.widyastuti87@yahoo.com

Pendahuluan

—  Antibiotik merupakan zat yang diproduksi oleh suatu mikroba untuk menghambat atau membasmi mikroba jenis lain.

—  Salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan zat antibiotik adalah jamur, terutama jamur dari divisi Ascomycotina yaitu Penicillium notatum.

—  Antibiotik yang dihasilkan oleh jamur ini adalah penisilin

—  Antibiotik penisilin dalam jamur Penicillium notatum ditukan pertama kali oleh Alexander Fleming pada tahun 1928.

—  Fleming memperlihatkan bahwa pada suatu cawan agar yang diinokulasikan dengan Staphylococcus aures telah terkontaminasi oleh sejenis jamur dan koloni jamur tersebut dikelilingi oleh suatu zona yang jernih.

 

penicillium1

 

Struktur Penisilin

Penisilin merupakan kelompok antibiotik β-laktam yang memilki rumus molekul R-C9H11N2O4S, dengan R adalah rantai samping yang beragam. Gugus R ini merupakan gugus asam amino bebas yang dapat mengikat berbagai radikal.

struktur pen

Mekanisme Kerja Penisilin

—  Penisilin bekerja terhadap:

  1. Bakteri gram positif seperti Staphylococcus, Sterptococcus
  2. Bakteri gram negatif seperti Escherichia coli dan Klebsiellapneumoniae

 

Mekanisme kerja pada Gram Positif

—  Cara kerjanya dengan menghambat enzim transpeptidase, dengan kata lain β-laktam akan terikat pada enzim transpeptidase yang berhubungan dengan molekul peptidoglikan à rusaknya dinding sel pada bakteri, à pengambilan kelebihan air dan melemahkan dinding saat sel membelah à menyebabkan lisis sel

Mekanisme kerja pada Gram Negatif

—  Mekanismenya tidak berbeda dengan mekanisme aksi pada bakteri gram positif. Hal yang membedakan yaitu pada bakteri gram positif, setelah kehilangan dinding sel akan menjadi protoplas, sedangkan pada bakteri gram negatif akan menjadi sferoplas. Protoplas dan sferoplas inilah yang nantinya akan lisis (pecah).

Resistensi Penisilin

—  Mekanisme resistensi bakteri terhadap β-laktam antibiotik yang terkandung dalam penisilin yaitu pembentukan enzim betalaktamase (enzim yang dapat menghidrolisis cincin β-laktam).

—  Kurang mempunyai reseptor spesifik atau kurangnya permeabilitas lapisan luar, sehingga obat tersebut tidak mencapai reseptor.

Efek Samping dari Penisilin

—  Reaksi Alergi

—  Reaksi hipersensitif seperti ruam dan gatal.

—  Mual, diare, kejang, halusinasi

 

Isolasi jamur Penicillium notatum

—  Jamur Penicillium notatum dapat diisolasi dari tanah dengan menggunakan metode cawan sebar. Prinsipnya yaitu dengan mengencerkan sampel tanah.

—  Koloni penghasil aktivitas antibiotik ditunjukkan pada area agar di sekitar koloni yang bebas pertumbuhan koloni lain. Setelah terbukti bahwa koloni tersebut memang penghasil antibiotik à dimurnikan dan disubkultur untuk membuat stok biakan yang diperlukan dalam pengujian selanjutnya.

 

Kesimpulan

—  Manfaat dari Penicillium notatum adalah untuk pembuatan antibiotik.

—  Mekanisme kerja dari antibiotik penisilin ini adalah menghambat sintesis dinding sel bakteri dan mencegah sintesis peptidoglikan.

—  Penyebab terjadinya resistensi penisilin karena pada bakteri tertentu dapat menghasilkan enzim betalaktamase.

—  Metode yang digunakan dalam mengisolasoi jamur Penicillium notatum adalah metode cawan sebar.

 

Daftar Pustaka

Ahmad, R Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 28 (1):  1-21

Gandjar I., R A Samson, Karin V., A Oetari & Imam S. 1999.  Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta.  Yayasan Obor Indonesia

Pelczar, M.J & E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar           Mikrobiologi. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Universitas I    ndonesia Press

Susanti, D & Sri R.D. 2004. Kloning gen penisilin V Asilase dari Bacillus sp, BAC4 Melalui  pembuatan      pustaka Genom. Biodiversitas. 5(1): 1-6

Suwandi, U. 1989. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik.  Cermin Dunia Kedokteran. 58: 37-40.

Formulir Pendaftaran GENOM

Buat teman-teman, silahkan didownload formulirnya pada link di bawah sini, dan di baca ketentuannya.

http://www.ziddu.com/download/21269261/FORMULIRGENOM.doc.html

Terimakasih 🙂

Kolokium oh Kolokium

Hallo semua !

Apa kabar nih? waah mimin lagi jarang update nih. Maaf yaa, maklum sih lagi liburan (sebenernya gak liburan juga sih,lebih tepatnya ngerjain PR).

Dalam post kali ini mimin ga akan bersikap formal, soalnya mimin mau cerita soal salah satu kegiatan D.N.A nih, yang bernama Kolokium.

Sebenernya apasih Kolokium itu Mimin?

Pasti banyak yang nanya Kolokium itu apa. Jadi begini loh teman-teman, kolokium itu adalah suatu cara untuk mempublikasikan hasil penelitian di hadapan orang-orang (terlebih yang di luar Institusi kita).

Di D.N.A ,semua anggota D.N.A wajib menyampaikan sebuah materi klokium setiap bulannya. Topiknya yang menyangkut microbiology, molecular, genetika, farmakology dan yang mendekatinya. Mereka mendapatkan bahan-bahan untuk materi kolokiumnya dei ngan cara macem-macem loh ! Ada yang melalui jurnal, bahkan ada yang melalaui penelitian juga loh !

Kolokium itu seperti apasih Mimin?

Kolokium itu seperti apa?

Hmmm.. Kolokium itu hampir mirip kayak rapat, atau seminar, tapi dalam Kolokium bersifat lebih formal, dimana ada satu pemateri, dan yang lainnya sebagai penonton. Tapi sebenernya selain ada pemateri, dan penonton ada juga yang namanya Pembahas, dan mereka berjumlah dua orang.

Nah, pembahas ini diibaratkan sebagai raja yang jahat dalam kolokium, karena mereka memiliki kekuasaan lebih dalam kolokium, dan mereka memiliki tugas untuk menanyai sang pemateri, mencari kesalahan dan kekurangan dari keakuratan data sang pemateri, dan juga sang pembahas bertindak sebagai moderator.

Kasian ya si pemateri, dikeroyokin 😥

Ih kok serem ya min, dikeroyok begitu. Kalo menurut mimin bagaimana?

Iyaaa serem ! Mimin juga agak takut loh hehehe.

Tapi asal kalian tau ya, kolokium ini sangat bagus loh untuk melatih mental kita loh !

Karena sebagai seorang peneliti, dan ketika kita ingin mempublikasikan hasil penelitian kita, kita akan dihadapkan dengan orang-orang kritis, dan skeptis terhadap hasil penelitian kita, terlebih kita harus bisa mempertanggung jawabkan kebenaran dari penelitian kita.Selain itu kolokium juga berguna untuk mempersiapkan kita untuk menghadapi skripsi, dan mengetes apakah materi yang diajukan dalam kolokium layak untuk dijadikan skripsi.

Oh iya di D.N.A sampai sekarang sih sudah dilakukan dua kali kolokium.

Pemateri  pertamanya Yudhi Nugraha, dan yang ke dua Ibnu Agus Ariyanto.Nih beberapa hasil jepret-jepret dari Kolokium kita 🙂

60714_2570060866363_251329330_n 67939_2590086887421_2066882199_n 380742_2590023085826_1626888259_n

Yaa~  demikianlah perkenalan kolokium dari mimin!

Sampai ketemu lagiii.

Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik, Ekstrak Metanolik dan Ekstrak Kloroform Spons Geodia sp. Terhadap Sel Hela (Cervical Cancer Cell Line )

Sitotoksisitas Ekstrak Etanolik, Ekstrak Metanolik dan Ekstrak Kloroform Spons Geodia sp. Terhadap Sel Hela (Cervical Cancer Cell Line )

Kolekium oleh:

Ibnu Agus Ariyanto

Research Assistant of JakCCANDO Project

Institute of Human Cancer and Virus Biology (IHVCB) FK UI

IASTH 8th Floor, Jl.Salemba Raya no.4, Jakarta Pusat 10430

 email : ibnu.ariyanto07@gmail.com

         ImageImage

Kanker serviks merupakan kanker yang  banyak meperempuan. Saat ini  kanker serviks  menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang  perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang terutama di Asia. Di Indonesia sendiri 34% wanita terserang kanker serviks. Rendahnya pendeteksian kanker serviks ini menyebabkan semakin bertambahnya jumlah penderita. Salah satu upaya pengobatan kanker yang biasa diterapkan kepada pasien adalah kemoterapi. Namun kemoterapi ini memiliki efek samping, karena kemoterapi bukan hanya menyerang sel kanker tapi juga sel-sel lain didalam tubuh yang cepat tumbuh seperti sel rambut. Sehingga cara ini akan menyebabkan efek seperti kebotakan, bahkan penurunan kinerja hati dan ginjal. Serta adanya kemunngkina efek resisten karena virus mengalami mutasi pada gen atau DNA nya. untuk itu diperlukan adanya obat yang efektif dan efek samping rendah.

Salah satu penelitian yang sedang dikembangkan untuk menghasilkan obat kanker adalah dengan menggunakan senyawa aktif yang berasal dari spons atau Geodia sp. Yang menginduksi apoptosis pada sel kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sitotoksisitas ekstrak metanolik, dan ekstrak kloroform spons Geodia sp. Terhadap sel HeLa (cervical cancer cell line).Dengan metode kromatografi, didapatkan hasil bahwa Geodia sp. Mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid dan fenol. Senyawa-senyawa tersebut sebagai senyawa yang menyebabkan apoptosis (kematian sel terprogram) pada sel kanker. 93,5%  Kanker serviks disebabkan oleh Human papilloma virus (HPV). Genom HPV  berbentuk sirkuler, mempunyai 8 ORF yaitu  E1, E2, E4, E5, E6, E7 dan L1 serta L2. Protein E6 dan E7 disebut  onkogen karena kemampuannya mengikat protein proapoptotik, p53 dan pRb sehingga sel yang terinfeksi aktif berproliferasi menjadi tumor hingga kanker.Pengujian sitotoksik Geodia sp. terhadap Cancer cell line, didapatkan hasil senyawa etanolik, metanolik, dan kloroform menyebabkan p53 pada HeLa cell line menjadi inaktif. hal ini menunjukan bahwa ektrak Geodia sp. Sebagai apoptosis inducers dan lebih spesifik dibandingkan obat kanker Doksorobisin.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa senyawa bioaktif dari spons Geodia sp. Berpotensi menghambat pertumbuhan sel HeLa. Berturut-turut mulai dari yang paling potensial adalah ekstrak kloroform, ekstrak etanolik dan ekstrakn metanolik. Efektifitas penghambatan pertumbuhan sel HeLa ketiga ekstrak Geodia sp, lebih baik dibandingkan dengan doksorubisin. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada senyawa bioaktif spons Geodia sp. Mengenai isolasi dan fraksinasi senyawa bioaktif spons Geodia sp. Dari Pantai Wediombo. Perbandingan efektifitas penghambatan pertumbuhan sel kanker dengan apoptin yang merupakan kandidat antikanker masa depan, serta perlu dilakukan uji praklinik pada hewan coba untuk melihat efek senyawa aktif terhadap sel normal.

Deteksi Eksistensi DNA Epstein-Barr Virus (EBV) Pada Serum dan Saliva Penderita Karsinoma Nasofaring (KNF) dengan Kuantitatif PCR

DETEKSI EKSISTENSI DNA EPSTEIN-BARR VIRUS(EBV) PADA SERUM DAN SALIVA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING (KNF) DENGAN KUANTITATIF PCR 

korban1

Kolekium Oleh :

Yudhi Nugraha

Institute of Human Virology and Cancer Biology

 Magister Student, Faculty of Medicine, University of Indonesia

 Jl. Salemba Raya no.8 Jakarta Pusat

 email : yudhi.fkui@gmail.com

 

I. PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan karsinoma pada mukosa nasofaring yang berada di dinding lateral epitel nasofaring.

karsinofaring

Di sebagian  Provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan Guangzhou, dilaporkan sebanyak 10-15 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang berasal

Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain.

Daerah Cina bagian selatan (Guangdong) masih menduduki tempat tertinggi dengan

2.500 kasus baru pertahun.

Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya KNF, sehingga kekerapannya cukup

tinggi pada penduduk Cina bagian selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura

dan Indonesia.

 

Faktor Penyebab Karsinoma Faring :

pola

1.      Multifaktor

Multifaktor terindikasi menyebabkan Karsinoma Nasofaring, diantaranya adalah Genetik ; ras mongoloid / China, Lingkungan, ikan asin dgn unsur nitrosamin yang tinggi, infeksi virus Epstein-Barr, alkohol, rokok, makanan dengan bahan pengawet, polusi udara.

2.     Kerentanan Genetik Polimorfisme 

Gen Polymeric Immunoglobulin Receptor (PIGR)

 Missense Mutation pada Gen PIGR menyebabkan kerentanan individu terhadap KNF pada populasi etnis Cina

dan Thailand.

Isoform PIGR terjadi karena  perubahan asam amino

menyebabkan epitel nasofaring lebih mudah diinfeksi oleh

EBV akibat terjadinya perubahan asam amino alanin menjadi valin.

ini menyebabkan epitel nasofaring mudah diinfeksi oleh EBV.  Bentuk polimorfik gen PIGR (varian) ini dapat mengganggu efisiensi PIGR

sehingga meningkatkan suseptibilitas individu terkena

KNF pada populasi di daerah endemik.

3.     Faktor Lingkungan

Zat-zat karsinogen, antara lain zat yang berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin. Salah satu contohnya adalah dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.

4.     Infeksi Virus

Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) telah terbukti konsisten dengan timbulnya KNF

 EBV 2 EBV3

EBV dikenal sebagai human herpes virus 4 (HHV4) termasuk famili Herpesviridae, sub famili Gammaherpersvirus dan genus Lymphocryptovirus. Diperkirakan 95 persen populasi di dunia telah terpapar EBV. Pada umumnya infeksi EBV spesifik pada manusia. Walaupun dalam eksperimen EBV dapat menginfeksi beberapa jenis monyet.

Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan beberapa antigen virus yang spesifik untuk setiap periode infeksi. Infeksi laten EBV ditandai oleh ekspresi protein Epstein-Barr Virus Nuclear Antigen-1 (EBNA-1) dan EBNA-2, Membrane Protein Laten (LMP), dan Epstein Barr virus Encoded small RNAs (EBER). Protein-protein ini dapat mengadakan interaksi atau mempunyai homologi dengan berbagai protein tubuh seperti protein antiapoptosis, sitokin dan transduksi sinyal.

Protein virus berperan dalam mempertahankan genom EBV pada sel B. Terdeteksi pada semua periode infeksi laten.8,10 Adanya DNA EBV di dalam serum yang berasal dari KNF mengindikasikan terdapat DNA virus dalam sirkulasi. Digunakan sebagai penanda awal dalam mendiagnosis KNF.

EBV

B. Diagnosis KNF

Diagnosis KNF secara serologi dapat dilakukan dengan mendeteksi imunoglobulin A (IgA) terhadap  produk gen litik EBV di dalam serum, yaitu early antigen (EA) dan viral capsid antigen (VCA) yang meningkat di dalam serum. Uji serologis EBV berasosiasi dengan ditemukannya antibodi (Ig-A VCA) yang digunakan sebagai marka tumor untuk diagnosis awal penderita KNF.

EBNA-1 pada serum dan tumor pasien KNF berasosiasi dengan KNF. Adanya DNA EBV dalam serum yang berasal dari KNF indikasikan DNA virus dalam sirkulasi. Dapat digunakan sebagai  penanda awal

untuk  diagnosis KNF dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

C. qPCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali.

Real time PCR mendeteksi amplicon pada fase eksponensial (saat awal reaksi, saat jumlah amplicon bertambah secara logaritmis sehingga dapat dihitung jumlah “awal”nya), sehingga dapat diperoleh hasil kuantitatif (hasil kuantitatif ini diperoleh dengan metode tertentu, misalkan menggunakan kurva standar). Hasil yang diperoleh juga langsung berupa angka/grafik, yg dengan program tertentu dapat langsung diolah untuk dianalisis. Selain itu, dengan pemilihan primer yang tepat, alat ini sangat sensitif.

D. Amplifikasi gen EBNA-1 menggunakan qPCR

 DNA EBV dapat terdeteksi pada jaringan tumor dan cairan tubuh pasien KNF karena etiologi KNF dilaporkan konsisten dengan infeksi EBV. Terapi pada penderita KNF diharapkan efektif untuk mengeliminasi sel tumor dan EBV dari jaringan dan sirkulasi (plasma atau serum), sehingga memperkecil kemungkinan reaktivasi virus yang menginduksi tumbuhnya tumor baru (rekurensi).

Kenyataannya rekuensi masih terjadi setelah terapi dihentikan. Keadaan ini mencerminkan adanya sisa tumor (residual desiase) yang tidak dapat dideteksi dengan computed tumography (CT) scan ataupun magnetic resonance imaging (MRI). Metode polymerase chain reaction (PCR) DNA EBV yang telah diisolasi dari serum dapat diaplikasikan pada penelitian yang berkaitan dengan regresi tumor atau menilai respon terhadap berbagai terapi.

II. PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi EBV telah menjadi faktor utama etiologi KNF. Analisis DNA EBV dilakukan dengan teknik kuantitatif Polymerase chain reaction (qPCR) menggunakan primer gen EBNA1 yang merupakan salah satu protein virus yang penting untuk mempertahankan genom EBV dalam sel B dan berada pada semua periode infeksi.

Daftar Pustaka 

1. Barnes L, Everson JW, Reichart P, Sidransky D s: World Heath Oragnization Clasification of Tumours. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumours. Lyon : IARC Press; 2005. P.85-97.

2.Yu Mc and Yuan J-M. Epidemilogy of Nasopharingeal Carcinoma. Sem Cancer Biol. 2001; 12: 421-29.

3. Chang ET and Adami H-O. The Enigmatic Epidemilogy Of nasopharyngeal Carcinoma. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 2006; 15: 1765-1777.

4 . Hirunsatit R, Kongruttanachock N, shotelersuk K, Supiyaphun P, voravud N, Sakuntabhai A,  et al. Polimeric         immunoglobulin reseptor polimorpyisms and risk pf nasopharyngeal cancer. BMC Genetics 2003; 4: :1-9.

5. Roezin A. Berbagai faktor penyebab dan predisposisi karsinoma nasofaring. Maj Kedokteran Indonesia. 1999; 49(3): 85-88

6. Chang Y, Chang SS, Lee HH, Doong SL, Takada K, Tsai CH. Inhibition of Eipstein-Barr Virus lytic cycle by zta-targetted RNA interference.J Gen Virol. 2004; 85:371-1379.

7. Chan SH. Serology. In : Nasopharyngeal Carcinoma. Chong VFH and Taso SY, Editor. Singapore : Armon Publishing Pte, Ltd;1997. p. 24-8.

8. Thompson MP and Kurzrock R. Eipstein Barr virus and cancer. Clin Cancer Res. 2004; 10: 803-821.

9. Pathmanathan R, Prasad U, Sadler R, Flynn K, Raab-Traub N. Clonal proliferations of cells infected with Epstein Barr virus in pre-invasive lesions related to nasopharyngeal carcinoma. N Engl J Med 1995; 333:693-98.

10. Cohen JL. Eipstein-Barr Virus infection. N Engl J Med 2000; 343:481-489.

11. Mufty M. Application of a real-time qpcr method for detection of Salmonella spp. In shrimp and scallop and its partial Validation. Fisheries Training Programme. University of Akureyri. Iceland. 2008.

12. Krishna SM, James S, Kattoor J, Balaram P. Serum EBV DNA as Biomarker in Primary Nasopharyngeal Carcinoma of Indian Origin. Jn J Clin Oncol 2004: 34: 307-311.

We’re D.N.A !!

Hello, we’re D.N.A

The community of Biology which concentrate in molecular, physiology, microbiolgy, virology, pharmacology, and the environment.

Created in October 28th 2012.

Our objectives are :

  1. In order to overcome the lack of basic science of Biology, which is found during the lecture
  2. As a forum to nurturing the biology student of our campus in learning and applying that their knowledge in biology primarily related to biotech

This community originally was established by the biology students of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

The alumnis act as the supervisions, and its originator. Each of them are reliable in their discipline, and the competent students incorporated in this community to run this community.

The major interventions of us are:

  1. Monthly colloquium in molecular, physiology, microbiolgy, virology, pharmacology, and the environment.
  2. Visitation to laboratory (notably our disciplines)
  3. Symposium
  4. Science Festival

This Blog was created in order to introducing our community, informing you our activities, and schedules , a correspondence for the readers, and anything about us.

Due to Indonesia is our native country, so this blog would tend to posting the atoms in Bahasa.

LogoDNA